Selasa, 08 Mei 2012

Potongan Rasa

Rindu aku padamu. Seolah aku hanya berada dalam bayang-bayang semu. Teruslah aku disini. Mendekap apa yang hanya kumiliki, namun itu bukan kamu. Sesuatu yang masih harus kuperjuangkan. Sesuatu yang melabuhkan seluruh semangatku. Tanpamu seolah semua tak sama lagi. Sungguh aku merindu. Rindu aku pada sesuatu yang sangat jauh disana. Sesuatu yang aku tidak pernah bisa mengerti. Berat rasanya hati ini mengenang ribuan kata. Perjalananmu. Adakah kesempatan itu datang? Hingga jika tiba saatnya aku mampu melampauimu. Maka jangan harap pernah aku lepaskan. Kesetiaan itu.
Kau bagaikan angin di bawah sayapku, sendiri aku tak bisa seimbang. Meskipun aku di syurga, mungkin aku tak bahagia. Bahagiaku tak sempurna bila itu tanpamu. Tempat terakhir melabuhkan hidup di keabadian (Tempat Terakhir by Padi).

Kita Butuh Perubahan Itu


           Lucunya kehidupan kadang tak bisa melukiskan bagaimana harusnya seseorang memaknai arti perubahan. Perubahan untuk berubah. Untuk yang menang ia akan menjadi lebih baik. Pun juga untuk yang kalah. Mengalami kekalahan akan menguatkan hati dan memperbaiki manajemen dirinya. Tidak perlu berkoar pada sebuah kemenangan. Karena pada dasarnya semua manusia diberikan potensi untuk berhasil, tergantung bagaimana ia memanfaatkannya. Cobalah berfikir pada tarikan nafas yang pertama. Fokus pada perjuangan, fokus pada keberadaannya di dalam kontribusi itu. Jika seseorang yang pertama gugur maka ia mampu menggantikan. Begitu juga saat orang kedua dan ketiga mengambil gilirannya. Ia berbicara tentang islam. Ia berjuang untuk tegaknya islam. Ia melakukan perbaikan kehidupan serta mengajak manusia kepada islam yang sebenarnya. Ia melakukan hal-hal yang tidak biasa dari apa yang biasa dilakukan oleh orang kebanyakan. Itulah perjuangan, perjuangan untuk meraih perubahan yang dijanjikan. Semangat perubahan untuk mencapai kebahagiaan demi orang lain dan untuk orang lain. Oleh karena itu kobarkanlah bara api yang hampir padam. Sulut kembali dengan jiwa yang membutuhkan. Bersemangatlah. Berlombalah. Sekarang atau tidak sama sekali. 

Berikut sedikit testimoni beberapa saat silam, saya rewrite kembali.. 


"Mencari Pahlawan Perubahan"
Kalau saja tidak ada perubahan, terasa ada yang kurang indah dalam kehidupan ini. 
Hanya saja permasalahannya adalah apakah perubahan itu berdampak baik bagi lingkungannya ataukah sebaliknya? Sehingga ada satu hal yang bisa kita garis bawahi, baik buruknya sebuah perubahan ada di tangan motor penggeraknya.
Bangsa Amerika pernah mengalami depresi ekonomi terbesar dalam sejarah dari tahun 1929 hingga 1937. selang lima tahun setelah itu, tepatnya tahun 1942 mereka memasuki perang dunia kedua dan mereka menang. Selama masa itu, mereka dipimpin oleh seorang pemimpin yang lumpuh, dan satu-satunya presiden yang terpilih sebanyak empat kali, FD Roosevelt. Tapi krisis itu telah membesarkan Amerika, selama masa depresi mereka menemukan teori-teori makroekonomi yang sekarang kita pelajari dan menjadi pegangan perekonomian jagat raya. Mereka memenangkan PD II dan berkuasa penuh di muka bumi hingga saat ini.
Itulah yang terjadi ketika krisis dikelola oleh tangan-tangan dingin para pahlawan perubahan. Mereka mengubah tantangan menjadi peluang, kelemahan menjadi kekuatan, kecemasan menjadi harapan, ketakutan menjadi keberanian, dan kesusahan menjadi berkah.
Lorong kecil yang menyalurkan udara pada ruang kehidupan sebuah bangsa yang tertutup oleh kesusahan adalah harapan. Inilah kehidupan ketika tak ada lagi kehidupan. Inilah benteng terakhir bangsa itu. Tapi benteng itu dibangun dan diciptakan oleh para pahlawan perubahan. 
Mungkin mereka tidak membawa janji pasti tentang jalan keluar yang instant dan menyelesaikan masalah. Tapi mereka membangun inti kehidupan, mereka membangunkan dara hidup dan kekuatan yang tertidur di sana, di atas alas ketakutan dan ketidakberdayaan. 
Itulah yang dilakukan Roosevelt, hanya membutuhkan satu hal yaitu motivasi perubahan, perubahan yang berdampak baik bagi lingkungannya. Sebab, bangsa itu sendiri sebenarnya mengetahui jalan keluarnya.
Sebuah kehidupan yang terhormat dan berwibawa yang dilandasi keadilan dan dipenuhi kemakmuran masih mungkin dibangun di negeri ini. Untaian zamrud khatulistiwa ini masih mungkin dirajut menjadi kalung sejarah yang memesona karena keindahannya.
Masih mungkin, dengan satu hal yaitu para pahlawan, pahlawan perubahan. Tapi jangan menanti kedatangannya atau menggodanya untuk hadir ke sini. Mereka tidak akan pernah datang, mereka bahkan sudah ada di sini. Mereka lahir dan besar di negeri ini, mereka adalah aku, kau, dan kita semua. Mereka bukan orang lain. Mereka hanya belum memulai, mereka hanya perlu berjanji untuk merebut takdir kepahlawanan mereka. 
Dan dunia akan menyaksikan gugusan pulau-pulau ini menjelma menjadi untaian kalung zamrud kembali yang menghiasi indah leher sejarah.

Perbaikan untuk kebaikan

Setiap kegagalan bermakna agar kita melakukan pendekatan dengan cara yang baru. Jangan mengukur seseorang dari berapa kali ia mengalami jatuh ataupun gagal. Namun lihatlah sejauh mana ia mampu bangkit kembali. Begitulah kebersahajaannya dimulai. Apakah ia memilih untuk tetap terpuruk. Duduk. Termenung. Menangisi perih. Mengutuk kegelapan. Ataukah ia memilih jalur sebaliknya? Maka subhanallah, itulah manusia. Diberi kemampuan oleh Allah untuk bertahan dan memaknai kehidupan. Di sinilah peran ketabahan mutlak diperlukan. Butuh batu loncatan untuk memperbaharui kinerja dalam diri yang selanjutnya. Karena sejarah tidak pernah mengabadikan foto perjalanan tanpa kisah rintangan di dalamnya.

Namun aku meyakini suatu kebenaran, bahwa ada suatu lonjakan dalam skenario perjalanan Tuhan. Suatu ketika seorang mahasiswa muslim tengah bercerita. Bahwa ketika Allah memberikannya nilai D yang artinya tidak lulus maka Allah sedang mengujinya karena ia dianggap mampu menghadapi ujian itu. Pun ketika Allah menjadikan satu dari sekian banyak mata kuliahnya bernilai E dan lantaran itu ia menjadi harus memperpanjang masa kuliah satu tahun lagi, maka ia tancapkan dalam hati bahwa itu semata-mata bukan karena kesibukannya dalam hal lain termasuk dakwah, tapi hanya karena Allah ingin mengujinya dan dianggap ia mampu menyelesaikannya. Memperbaiki diri untuk menjadi lebih baik dalam proses pencapaian itu.

Sahabatku, memang tidak semua yang kita inginkan bisa tercapai. Namun bukan menjadi alasan untuk menyerah pada impian yang telah kau canangkan 3 cm di luar kepala. Mimpi ada untuk dikejar, segala bahagia hanya diri yang menentukan. Bersabarlah kamu dan raih buah keikhlasan dari mutiara peluhmu. Kembali pada posisi hatimu yang mencintai. Cinta terhadap perjuangan di jalanNya. Cinta pada cinta itu sendiri. Karena sesungguhnya kata cinta bukan untuk sebuah luka. Tetapi apresiasi dari kebahagiaan. Oleh karena seperti itulah kehidupan. Sebagian dengan terangnya, dan sebagian dengan gelapnya. Tak perlu kau adukan lagi. Karena matahari telah adil menyinari bumi. 


“Sesungguhnya Allah menjadikan rahmat (kasih sayang) seratus bagian, maka dipeganglah di sisi-Nya sembilan puluh sembilan bagian dan diturunkannya satu bagian untuk seluruh makhluk-Nya, sekiranya orang-orang kafir mengetahui setiap rahmat (kasih sayang) yang ada di sisi Allah, niscaya mereka tidak akan berputus asa untuk memperoleh surga, dan sekiranya orang-orang mukmin mengetahui setiap siksa yang ada di sisi Allah, maka ia tidak akan merasa aman dari neraka”
(HR Bukhari).

Teruslah memperbaiki diri, sungguh kasih sayang Allah jauh lebih besar dari murkaNya..